Sabtu, 30 Maret 2013

A Girl with Scoliosis (Part 2)

Entah berapa keberanian yang sudah saya kumpulkan untuk menghadapi dunia baru itu. Pertama kali mendapat informasi tentang lowongan pekerjaan, saya pesimis sekali. Biasanya pekerjaan kantoran, orang akan mengenakan baju bagus, tinggi, dan terlihat begitu meyakinkan. Sedangkan saya yang hampir tak pernah berdandan, badan kecil + aneh, bagaimana bisa mungkin diterima. Tapi meskipun saya pesimis, saya tetap memberanikan diri untuk mencoba melamar. Saya tidak mau melewatkan kesempatan yang ada.

Saya pun dipanggil untuk wawancara. Kabar baiknya, saya diterima. Memang bukan perusahaan yang besar, setidaknya saya telah memiliki pekerjaan. Mama sangat senang mendengarnya. Saat itu saya masih menunggu pengumuman SNMPTN. Iya, saya memang bertekad untuk kuliah di USU. Selain itu merupakan harapan saya, itu juga merupakan harapan orang tua saya. Akan sangat baik bila saya bisa membanggakan mereka. 

Pengalaman Kerja dan Kuliah


Saya tidak punya basic apa pun mengenai ilmu ekonomi. Pekerjaan saya saat itu adalah seorang staff Administrasi dan Informasi. Pekerjaan ini mengharuskan saya berinteraksi dengan orang banyak dan berbeda setiap hari. Hm, sebenarnya ini merupakan hal yang sangat berat bagi saya yang selalu gugup berhadapan dengan orang baru. Bagaimana saya bisa rileks menghadapi orang-orang yang tidak pernah saya kenali sebelumnya, dan saya harus menyampaikan informasi kepada mereka ? Ini sungguh hal yang berat bagi saya. Saya merasa ketakutan setiap ada orang yang masuk dan ingin menanyakan informasi. Meskipun tetap ada yang menemani saya, saya malah makin merasa canggung karena tau sedang diperhatikan. 

Saya hanya berakhir dengan banyak kritikan dari atasan setiap selesai menyampaikan informasi. Yah, saya berusaha sebisa mungkin untuk menghadapi semua itu meskipun saya tidak terbiasa dikritik. Ada rekan kerja saya yang akan menertawakan ketika saya mendapat kritikan. Saya tidak suka perasaan itu. Tapi saya berusaha mengatasinya dengan terus memperbaiki diri. 

Lalu mengurus hal administrasi, yang meskipun terlihat kecil, tidak pernah saya ketahui sama sekali.  Debit, kredit, hal kecil yang masih sering terbalik dalam pikiran saya. Logika masuk dan keluarnya uang. Bagaimana seharusnya prosedur dijalankan. Bahkan atasan pernah marah besar karena kesalahan yang saya lakukan. Dimana kesalahan itu terjadi karena ketidaktahuan saya. Saya waktu itu benar-benar tidak mengerti, saat itu saya melakukan sebisa saya, dan tidak ada yang memberitahu tentang bagaimana seharusnya. Saya sakit hati, bahkan saya berpikir untuk tidak mau bekerja lagi di sana. Tapi itu bukan saya, saya tidak mau jadi pengecut yang lari begitu saja. Saya meminta maaf atas kesalahan saya, dan terus memperbaiki diri.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi saya untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja. Saya sangat amat pendiam saat itu, sangat jarang tersenyum, paling lambat mengerjakan sesuatu, dan sangat sulit mengingat nama rekan kerja.

Lalu, tiba saatnya pengumuman hasil SNMPTN, saya beruntung bisa masuk ke jurusan yang saya inginkan, yaitu Psikologi. Saya sangat bersyukur. Atasan tetap mengizinkan saya bekerja, dan saya dapat kuliah dengan nyaman. Saat memasuki dunia kuliah, saya sangat bersemangat. Saya akan bertemu dengan orang-orang baru dari berbagai tempat, mempunyai teman yang banyak.

Kenyataannya, tidak seperti yang saya harapkan. Ternyata beberapa dari mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Sedangkan saya tidak mengenal siapa pun. Saya berusaha berkenalan dan dekat dengan mereka, tapi saya tetap merasa saya berada di luar lingkaran mereka. Beberapa teman tidak akan segan-segan menunjukkan perilaku menjauh dari saya. Saya sedikit terluka. Pikiran itu pun datang menghampiri saya, "Mungkin mereka menjauhi saya karena saya tidak cantik dan badan saya terlihat aneh". Saya memaklumi mereka, bahwa ini hal yang manusiawi terjadi dan bukan salah mereka. Saya sepenuhnya memahami perasaan mereka. Saya kembali menjadi Fera yang pendiam dan menarik diri dari lingkungan. 

Saya tetap berusaha keep-in-touch dengan sahabat-sahabat SMA saya. Tetap berusaha terlihat bahagia di depan Mama. Mereka adalah topangan dan fondasi saya agar tidak jatuh terlalu dalam. Saya akan merasa sangat cukup ketika mengingat saya masih memiliki sahabat dan Mama yang mendukung saya. 

Hidup ini sulit. Tapi langkah-langkah saya terasa begitu ringan ketika saya menyadari ada sahabat dan keluarga yang sedang menggenggam tangan saya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar