Kamis, 16 April 2015

A Girl with Scoliosis (Part 11)

Hey dear,

Back to me, one of the scoliosers. Kalau uda nampak judul postingan ini, seharusnya uda tau dong ya aku mau bahas apa. 

Fyi, aku lagi nyusun skripsi berkaitan dengan skoliosis dimana aku mengutip beberapa blog sesama skolioser untuk dijadikan latar belakangku. Yah, memang sedang sedikit stress dengan skripsi. Kekhawatiran ga bisa cepat tamat sedang menyelimuti. Tetapi setiap aku membaca kutipan blog teman-teman sesama scolioser, itu membuatku lebih kuat. Membuatku menyadari bahwa aku tidak sendiri di dunia ini. Bukan aku seorang yang hanya mengalami skoliosis ini. Membuatku sadar bahwa ada orang lain, dengan cerita skoliosis versi hidupnya. Aku bersyukur memilih topik ini untuk penelitianku. Bermanfaat untuk orang lain dan diriku juga. 

Hubungan dengan teman-teman skolioser juga semakin erat. Senang sekali rasanya bisa berbagi dengan mereka. As you know, derajatku (terakhir kali dicek sekitar 1-2 tahun lalu) adalah 115 derajat yang mana itu termasuk golongan parah (severe). Belakangan ini, aku sedang merasakan efek dari skoliosis ini. Tulang rusukku sakit setiap aku menarik nafas. Nafasku pun mulai terasa semakin pendek-pendek. Terkadang jantungku tiba-tiba terasa dililit tali. Aku merasakan nyeri di bagian pinggang hingga pinggulku. Saat duduk, aku merasakan tulang ekorku seperti memberontak dan menarik-narik diriku untuk berbaring. Saat berdiri, aku merasakan nyeri seolah tulang belakangku tak sanggup menopang diriku lagi. Aku berusaha sekuat mungkin untuk melakukan kegiatanku seperti biasanya. Namun, ada kalanya aku menyerah dan memilih mengambil hari off. Ada kalanya aku takut sekali mungkin saja tulang rusukku sudah menjepit jantungku dan aku bisa mati kapan saja.

Keadaan ini terkadang membuatku merasa tidak berguna. Di saat Mama dan kakakku bekerja, aku tidak ingin membebani dan ingin ikut bekerja keras, bahkan jika bisa lebih keras lagi. Tapi badan ini memberontak dan menuntutku untuk hanya berbaring. Aku sedang menimbang-nimbang jalan yang akan kupilih setelah menyelesaikan studi S-1 ini. Beberapa teman memilih melanjutkan S-2, beberapa teman memilih untuk bekerja (biasanya lulusan S-1 kebanyakan bekerja sebagai HRD). 

Menjadi HRD memang sesuai dengan jurusan kuliahku (psikoologi), tapi biasanya pekerjaan ini akan membutuhkan waktu full time 8 jam di kantor dan gaji, yah sekitaran UMR. Jujur aku takut aku tidak bisa bertahan dengan kondisi fisiknya. Sedangkan jika tetap lanjut mengajar, waktu ku akan lebih fleksibel dan jujur saja penghasilan mengajar yang notabene hanya beberapa jam bisa lebih besar daripada kerja kantoran yang 8 jam. Cuma aku merasa sayang dengan ilmu yang sudah kuperoleh di bangku kuliah. Melanjutkan S-2 masih menjadi pilihan terakhirku. Tanya ditanya, untuk psikologi profesi minimal menghabiskan 50 juta untuk 2.5 tahun. Yah, ini semua masih pertimbangan. Aku akan memikirkannya sembari menyelesaikan tugas akhir ini.

Di samping semua kekuranganku sebagai scolioser, aku ingin melakukan banyak hal untuk keluarga dan temanku. Aku hanya bisa berdoa agar Tuhan membantuku dalam setiap langkahku. Di saat aku merasa hidup ini kacau, aku berusaha mengingat bahwa mungkin rencana Tuhan akan lebih indah daripada rencanaku.

Ohya, hari ini aku berpapasan dengan seseorang. Seseorang yang pernah mengatai aku cacat karena skoliosisku. Aku tidak bisa bohong kalau aku dulu sangat sakit hati hingga menangis dikatai begitu. Tapi hari ini tidak lagi, aku sudah bisa berlapang dada dan tersenyum ketika berpapasan dengan orang itu. Tidak ada lagi kebencian. Yang ada hanya pengertian. Dan aku bangga dengan diriku sendiri untuk hal ini... Jika orang mengataimu, itu mungkin karena dia tidak mengerti apa yang terjadi. Maafkanlah orang lain seperti kita memaafkan setiap kesalahan kita sendiri. Hidup ini akan terasa lebih ringan. Jika semua orang berpikir bahwa mata harus dibalas mata, maka semua orang di dunia ini akan buta.



Salam tangguh,

Fera Leo, a scolioser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar