Jumat, 15 Agustus 2014

A Girl with Scoliosis (Part 10)

Hi bloggers!

Lama gak mengulas tentang skoliosis. Bukan berarti skoliosis uda terlupakan, skoliosis bahkan uda menjadi bagian dari diriku. 

Saat ini aku lagi libur kuliah, jadi kegiatan nggak terlalu padat. Kegiatan sehari-hariku yang memerlukan duduk lama paling memakan 5-7 jam. Tapi belakangan aku semakin gampang lelah dan sesak. Memang aku tidak lagi pernah memeriksakan keadaan tulang belakangku lagi sejak aku pertama kali melakukan X-Ray. Ini tidak mudah, aku sebenarnya agak takut melihat hasilnya, takut bahwa kurvaku mungkin semakin berprogress dan perlu penanganan segera. 

Aku masih ingat, dulu aku sering beraktivitas lebih dari 13 jam sehari (kerja dan kuliah), kemudian nyeri punggung hebat hingga demam tinggi. Aku hanya mengandalkan obat syaraf ketika nyeri datang, yang aku tau juga bahwa aku tidak boleh bergantung kepada obat itu. Sesekali ketika aku lelah atau mulai merasa nyeri, aku mencari posisi yang pas, atau pergi ke toilet untuk melakukan stretching. Lelah yang kurasakan belakangan ini agak berbeda. Aku hanya beraktivitas 5-7 jam yang termasuk santai. Aku mempersiapkan soal-soal dan bahan mengajar di rumah, kemudian mengajar, dan sesekali ikut serta di kegiatan atau sesekali hang out bareng teman. Lelah ini awalnya memberi rasa kaku pada bagian bawah punggung, kemudian aku akan melakukan perubahan posisi atau stretching (tergantung situasi), dan tiba-tiba, rasa kaku tadi berubah menjadi seperti sengatan listrik hebat yang mengalir dari pinggang hingga punggung bagian atas, khususnya di bagian kiri (bagian punggungku yang menjorok ke dalam).

Begitu pulang ke rumah, aku akan berbaring, berusaha meluruskan badan, dengan nafas yang terdengar seperti terengah-engah. Aku tidak lagi mengonsumsi obat syaraf itu. Berhubung aku kurus, setiap tonjolan tulangku memang terlihat jelas. Beberapa kerabat mengatakan bahwa tulang pinggul sebelah kiriku semakin menonjol. Aku tidur di lantai yang beralaskan sejenis matras tipis. Aku juga bisa merasakan bahwa punuk di punggungku semakin menonjol. Semoga ini hanya perasaanku saja.

September ini kami akan pindah rumah. Bertepatan dengan mulainya semester baruku.  Jika Tuhan mengizinkan, aku merencanakan semester ketujuhku ini akan menjadi semester terakhirku, dan setelah itu aku ingin melakukan treatment untuk skoliosisku. Sejujur-jujurnya aku mulai khawatir dengan nyeri yang aku alami belakangan ini. Derajat terakhir adalah 115. Bila berprogress lagi, entah jadi berapakah derajat skoliosisku. Derajat oh derajat, tolong jangan beranak pinak lagi *tepok jidat*

Hm, aku juga masih suka browsing soal skoliosis atau ngintip blog penderita skoliosis lainnya. Di blog Kak Indi, aku menemukan bahwa ternyata Kak Indi uda berganti brace, bukan lagi pake brace yang biasa, tapi menggunakan SpineCor. Nah, apa itu SpineCor? Di blog Kak Indi juga ada dijelasin koq, teman-teman juga bisa googling. Banyak infonya. 

SpineCor itu merupakan brace yang dibuat dengan materi elastis dan memungkinkan pemakainya untuk bergerak lebih leluasa. Kalau brace yang biasa, bahannya keras, panas, bisa bikin alergi, susah buat gerak (jongkok, lari, dsb), lebih kentara kalau dipakai kayak armysuit. Brace ini juga harus dipakai selama 23 jam setiap harinya, hanya boleh dilepas kalau mandi dan renang. Kalau SpineCor ini, (yang kubaca dari penjelasan web dan testimoni pemakainya) brace nya nyaman dipakai, seperti kita pakai baju renang, ada rasa ketatnya, tapi masih nyaman. Pemakaiannya juga hanya 6-10 jam per hari, dan gak harus setiap hari \(^^)/ hanya beberapa kali per minggu. Kabar bagusnya juga bisa mengurangi kurva ! Wuaw banget !!! Info ini seperti secercah harapan bagi aku. 

Boston Brace

SpineCor
 
Skolioser dengan derajat besar seperti aku, dimana-mana sudah ditawari operasi melulu. Yah, aku tau operasi bisa mengoreksi derajatku. Ada yang setelah menjalani operasi, kurvanya dari 107 jadi 35-40. Mereka bahkan bertambah tinggi 5cm. Tapi biaya operasi gak tanggung-tanggung, untuk derajat sepertiku, sudah pasti memakan 200-300jutaan. Itu sih prediksi dari dokterku sekitar setahun yang lalu. Biaya darimana coba. Apalagi setelah operasi, aku mungkin bakal harus direhatkan di rumah selama beberapa bulan. Dimana itu berarti, aku gak bisa bekerja, no income, berarti membebani keluarga. Ini belum termasuk lagi ya harus berdebat sama Mama. Mama masih belum sanggup membayangkan tulang belakangku harus dioperasi. Ya, ini memang operasi besar dan beresiko. Jadi wajar saja kalau Mama ga tegaan. Aku bahkan sering bercanda bahwa ketika tiba saatnya aku harus operasi, aku akan bilang sama dokter supaya Mama dibius duluan. Jadi begitu dia bangun, aku sudah keluar dari ruang operasi. No worry deh. Hahaha.

Nah, dengan SpineCor ini aku berharap at least kurvaku gak berprogress, aku bisa beraktivitas dengan lebih nyaman tanpa nyeri. Lalu aku browsing mengenai dimana dan berapa harga untuk pembuatan brace ini. Eng ing engg~ Kalau di Indonesia, masih hanya ada di Jakarta. Di Medan belum ada. Mungkin kalau teman-teman ada yang berminat, bisa dilihat di web resminya langsung di sini. Berhubung Medan lumayan dekat dengan Malaysia, aku juga mencari info tentang dimana bisa buat SpineCor di Malaysia, infonya bisa dilihat di sini.

Mengenai harga, sesuai hasil browsing, pemasangan brace ini memerlukan biaya 26-27 juta, belum termasuk X-Ray, konsultasi dokter, dsb. Kalau yang di Malaysia, kisarannya RM7000-9000, yang kalau dirupiahkan itu sekitar 27-33juta. Still, I considered it as expensive. Ya setidaknya lebih ada harapan daripada hanya berharap pada operasi, dan bisa menjaga kurvaku hingga tiba saatnya aku operasi nantinya.

Dengan sharing info ini, aku berharap teman-teman skolioser lainnya juga merasakan harapan yang aku rasakan, dan juga semoga bermanfaat (^^v)

NB. Aku senang sekali bisa muncul di Twisted Tuesday Friend di SHIFT Scoliosis (page FB) di edisi 1 Juli 2014. 

With love,
Fera Leo, an unbeatable scolioser

Tidak ada komentar:

Posting Komentar