Sabtu, 30 Maret 2013

Barefoot Cinderella

Dear Darlaa,

I've just finished my 3 posts about my scoliosis. I feel so glad that now I can be opened about that. I also just downloaded a video for learning how to Yoga XD I've ever read that Iyengar Yoga can help the scolioser. But in Medan, we still don't have any Iyengar Yoga trainer. So, I decide to learn Yoga from basic first. One of my friends' sister told me that we can learn Yoga from Youtube. So, I try it. Wish me luck, Darlaa ! =D

Two months more, I will resign from my job. Finally I dare to make that decision again. Everything becomes so clear in my mind. Since I met Merry Riana, my beliefs become stronger and stronger. Dare to Dream Big. I will make it. 

Hm, one of my favorite song. Barefoot Cinderella. Here I share the lyrics. This song is by Hannah Montanah. I love it that much. I believe that every girl is a Cinderella. But now I don't have the glass slippers. Will the Prince find his Cinderella even without glass slippers ? 

OHHH... YEAH~
yeah..
yeah...
yeahhh...
every morning
I wake up to find
I always dream the same.
every night I come to my window
when you call my name
but the way the words
you say just fall like rain
till I'm drowning in the sound of your invitation

when you ask "do you wanna dance, my barefoot cinderella"
don't need no slippers or a party dress,
the way you're lookin' right
now is what I like the best
and then you...
say "do you wanna take a chance?
stay with me forever
no one will ever be more beautiful
my barefoot, my barefoot cinderella."
yeah, ohh...

a dream world is always perfect
but thats not my real life
wish you did but you don't know
then me I am inside
I pray that you'll come lookin' and I won't hide (won't hide)
I'm smiling when you find me
coz I've been waiting

for you ask "do you wanna dance, my barefoot cinderella"
don't need no slippers or a party dress,
the way you're lookin' right
now is what I like the best
and then you...
say "do you wanna take a chance?
stay with me forever
no one will ever be more beautiful
my barefoot, my barefoot cinderella."

when I close my eyes it starts, yeah,
like a movie for my heart,
here comes my favourite part.
yeaahhhh... ohhhh...

when you ask "do you wanna dance, my barefoot cinderella"
don't need no slippers or a party dress,
you're what I like the best
and then you...

say "do you wanna take a chance?
stay with me forever
no one will ever be more beautiful,
oohhhh.. cinderella..

when you ask "do you wanna dance, my barefoot cinderella"
don't need no slippers or a party dress,
the way you're lookin' right
now is what I like the best
and then you...
say "do you wanna take a chance?
stay with me forever
no one will ever be more beautiful my barefoot,
my barefoot Cinderella
my barefoot Cinderella.


A Girl with Scoliosis (Part 3)

Metamorph

Satu tahun telah saya lewati sejak tamat kuliah. Saya bisa beradaptasi dengan semuanya. Saya bisa menghadapi semuanya. Tugas presentasi bisa saya atasi meskipun kadang masih gugup. Saya belajar untuk memberanikan diri menghadapi semua ketakutan saya.

8 Maret 2013. 

Saya memutuskan untuk pergi ke dokter karena kondisi tulang belakang saya yang semakin sering nyeri. Saya sudah tahu jelas dokter akan menyarankan operasi. Namun, bukan itu yang saya harapkan. Mama menemani saya ke rumah sakit. Saya sedikit gugup.

Seperti yang saya duga, dokter hanya bisa menyarankan operasi. Resiko : kelumpuhan. Biaya? Berkisar 200 juta. Tidak ada alternatif lain yang diberikan. Saya agak kesal dengan dokter itu. Saya menjalani rontgen, dan pengukuran menunjukkan bahwa kemiringan tulang belakang saya sudah 115 derajat. Itu berarti sudah parah. Saya bergidik melihat hasil rontgen saya. Tulang belakang saya sudah menyerupai huruf S. Benar-benar mirip huruf S.

Bila saya tidak menjalani operasi, saya akan terus merasakan nyeri dan pegal-pegal ini. Sempat terbaca oleh saya di internet, ada seorang pria yang meninggal di usia 31 tahun karena skoliosis ini. Tulang rusuknya menjepit jantungnya. Saya terkejut. Saya tidak mau menjalani operasi. Resiko dan biaya yang besar itu membuat saya berpikir berkali-kali. Apalagi, kesembuhan bukan 100%. Hanya akan sembuh 30-50%. Juga operasi ini akan memakan waktu saya sekitar 3 bulan, berarti saya harus cuti kuliah. Saya tidak mau mengorbankan terlalu banyak hal untuk kesembuhan yang belum pasti dan tidak signifikan.

Lalu saya memutuskan, saya akan menjadi orang yang berhasil melalui skoliosis ini. Saya tidak tahu dari mana keyakinan itu. Saya benar-benar yakin, skoliosis ini merupakan suatu pelajaran bagi saya, bukan harga mati untuk hidup saya.

Ada suatu alasan mengapa saya diberi pelajaran ini. Ada sesuatu yang harus saya lakukan dengan skoliosis ini. Ya, saya sangat yakin. Saya memutuskan untuk berjuang. Saya akan terbuka tentang skoliosis saya. Tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi. Suatu saat, saya akan membangun sebuah yayasan bagi para scolioser lainnya, dimana saya akan memberikan penyuluhan informasi kepada mereka mengenai scoliosis ini, dimana saya telah sukses dan bisa memotivasi scolioser lainnya untuk berjuang dan sembuh.

Mustahil menurut Anda? Saya yakin saya bisa. Saya yakin seyakin-yakinnya. Ada alasan dibalik setiap cobaan yang kita dapat. Apakah anda mau lari, pasrah, atau menyelesaikannya, semua adalah keputusan Anda. Saya memutuskan untuk mengubah hidup saya karena skoliosis ini. Saya memutuskan untuk melakukan perubahan, baik hidup saya mau pun hidup orang lain. Ketika orang lain bisa melakukan hal hebat dengan segala keterbelakangannya, saya yang hanya dengan skoliosis ini tidak punya alasan untuk berkecil hati dan menyerah.

Ini hanya sepenggal kecil dari hidup saya. Mari kita lihat apa yang akan terjadi nanti.

Fera Leo, a Scolioser.

A Girl with Scoliosis (Part 2)

Entah berapa keberanian yang sudah saya kumpulkan untuk menghadapi dunia baru itu. Pertama kali mendapat informasi tentang lowongan pekerjaan, saya pesimis sekali. Biasanya pekerjaan kantoran, orang akan mengenakan baju bagus, tinggi, dan terlihat begitu meyakinkan. Sedangkan saya yang hampir tak pernah berdandan, badan kecil + aneh, bagaimana bisa mungkin diterima. Tapi meskipun saya pesimis, saya tetap memberanikan diri untuk mencoba melamar. Saya tidak mau melewatkan kesempatan yang ada.

Saya pun dipanggil untuk wawancara. Kabar baiknya, saya diterima. Memang bukan perusahaan yang besar, setidaknya saya telah memiliki pekerjaan. Mama sangat senang mendengarnya. Saat itu saya masih menunggu pengumuman SNMPTN. Iya, saya memang bertekad untuk kuliah di USU. Selain itu merupakan harapan saya, itu juga merupakan harapan orang tua saya. Akan sangat baik bila saya bisa membanggakan mereka. 

Pengalaman Kerja dan Kuliah


Saya tidak punya basic apa pun mengenai ilmu ekonomi. Pekerjaan saya saat itu adalah seorang staff Administrasi dan Informasi. Pekerjaan ini mengharuskan saya berinteraksi dengan orang banyak dan berbeda setiap hari. Hm, sebenarnya ini merupakan hal yang sangat berat bagi saya yang selalu gugup berhadapan dengan orang baru. Bagaimana saya bisa rileks menghadapi orang-orang yang tidak pernah saya kenali sebelumnya, dan saya harus menyampaikan informasi kepada mereka ? Ini sungguh hal yang berat bagi saya. Saya merasa ketakutan setiap ada orang yang masuk dan ingin menanyakan informasi. Meskipun tetap ada yang menemani saya, saya malah makin merasa canggung karena tau sedang diperhatikan. 

Saya hanya berakhir dengan banyak kritikan dari atasan setiap selesai menyampaikan informasi. Yah, saya berusaha sebisa mungkin untuk menghadapi semua itu meskipun saya tidak terbiasa dikritik. Ada rekan kerja saya yang akan menertawakan ketika saya mendapat kritikan. Saya tidak suka perasaan itu. Tapi saya berusaha mengatasinya dengan terus memperbaiki diri. 

Lalu mengurus hal administrasi, yang meskipun terlihat kecil, tidak pernah saya ketahui sama sekali.  Debit, kredit, hal kecil yang masih sering terbalik dalam pikiran saya. Logika masuk dan keluarnya uang. Bagaimana seharusnya prosedur dijalankan. Bahkan atasan pernah marah besar karena kesalahan yang saya lakukan. Dimana kesalahan itu terjadi karena ketidaktahuan saya. Saya waktu itu benar-benar tidak mengerti, saat itu saya melakukan sebisa saya, dan tidak ada yang memberitahu tentang bagaimana seharusnya. Saya sakit hati, bahkan saya berpikir untuk tidak mau bekerja lagi di sana. Tapi itu bukan saya, saya tidak mau jadi pengecut yang lari begitu saja. Saya meminta maaf atas kesalahan saya, dan terus memperbaiki diri.

Butuh waktu berbulan-bulan bagi saya untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja. Saya sangat amat pendiam saat itu, sangat jarang tersenyum, paling lambat mengerjakan sesuatu, dan sangat sulit mengingat nama rekan kerja.

Lalu, tiba saatnya pengumuman hasil SNMPTN, saya beruntung bisa masuk ke jurusan yang saya inginkan, yaitu Psikologi. Saya sangat bersyukur. Atasan tetap mengizinkan saya bekerja, dan saya dapat kuliah dengan nyaman. Saat memasuki dunia kuliah, saya sangat bersemangat. Saya akan bertemu dengan orang-orang baru dari berbagai tempat, mempunyai teman yang banyak.

Kenyataannya, tidak seperti yang saya harapkan. Ternyata beberapa dari mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Sedangkan saya tidak mengenal siapa pun. Saya berusaha berkenalan dan dekat dengan mereka, tapi saya tetap merasa saya berada di luar lingkaran mereka. Beberapa teman tidak akan segan-segan menunjukkan perilaku menjauh dari saya. Saya sedikit terluka. Pikiran itu pun datang menghampiri saya, "Mungkin mereka menjauhi saya karena saya tidak cantik dan badan saya terlihat aneh". Saya memaklumi mereka, bahwa ini hal yang manusiawi terjadi dan bukan salah mereka. Saya sepenuhnya memahami perasaan mereka. Saya kembali menjadi Fera yang pendiam dan menarik diri dari lingkungan. 

Saya tetap berusaha keep-in-touch dengan sahabat-sahabat SMA saya. Tetap berusaha terlihat bahagia di depan Mama. Mereka adalah topangan dan fondasi saya agar tidak jatuh terlalu dalam. Saya akan merasa sangat cukup ketika mengingat saya masih memiliki sahabat dan Mama yang mendukung saya. 

Hidup ini sulit. Tapi langkah-langkah saya terasa begitu ringan ketika saya menyadari ada sahabat dan keluarga yang sedang menggenggam tangan saya.


Senin, 11 Maret 2013

A Girl with Scoliosis (Part 1)

Hai bloggers,

Saya Fera Leo dan saya seorang Scolioser. Saya tidak tahu apakah istilah Scolioser ini sudah pernah digunakan atau belum, yang pasti Scolioser yang saya maksud di sini adalah Scoliosis Fighter. Iya, saya mendapatkan anugerah itu, skoliosis. Asing dengan istilah ini?

Sedikit pengantar, scoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal dari spine (tulang belakang). Kebanyakan dari skoliosis tidak diketahui penyebabnya. Saya rasa informasi dan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai skoliosis masih sangat minim. Di sini, saya bermaksud untuk berbagi informasi. Saya akan menceritakan sedikit tentang diri saya.

Saya seorang perempuan yang terlahir di Medan tahun 1993, dan sampai sekarang masih berdomisili di Medan. Mama adalah seorang penjahit yang sangat handal. Ayah adalah seorang binaragawan yang sangat keren dan seorang seniman yang sangat berbakat. Orang tua saya sangat berbakat, hanya sayangnya mereka sudah berpisah, entah sejak saya berumur berapa, saya lupa. Bukan masalah besar bagi saya. Jadi, saya tinggal bersama Mama sejak kecil.

Skoliosis ini mulai terlihat sejak sekitar saya duduk di kelas 4 SD. Saat itu saya baru selesai bermain dengan teman saya, dan merasakan sedikit sakit di tulang rusuk saya. Saat diperhatikan, tulang rusuk bagian kiri saya agak menonjol ke depan. Saya masih sangat kecil waktu itu, pikiran saya sangat positif dan tidak terpikirkan tentang kelainan atau apa pun. Mama terlihat mengkhawatirkan hal tersebut. Saya hanya bisa menenangkan Mama dengan berkata "Tidak apa, setiap orang juga sama koq Mama." Mama mengoleskan minyak kayu putih di bagian tulang rusuk saya yang menonjol itu.

Tahun demi tahun berlalu, saya melalui hari-hari saya dengan normal. Sesekali saya akan merasakan nyeri pada tulang rusuk sebelah kiri. Saya kira itu hal yang normal, karena saya sering mengerjakan PR hingga tengah malam, mungkin kecapekan. Saat mengenakan baju, saya merasakan bagian punggung saya bagian kanan, mulai menonjol. Lagi-lagi, saya kira itu hal yang wajar.

Masa SD dan SMP

Masa SD saya dilalui dengan normal seperti anak lainnya. Mama dan Papa pernah membawa saya ke dokter, dan bertanya mengenai tulang belakang saya yang sedikit aneh. Dokter yang kami kunjungi adalah dokter umum, dokter berkata ini bukan masalah yang besar dan hanya perlu supaya melatih saya duduk tegak.

Sejak kecil saya memang pendiam, di satu sisi saya bisa sangat cerewet bila berhadapan dengan orang yang sangat saya sayangi. Masa SMP saya juga dilalui dengan normal. Tidak ada gangguan aneh yang terasa. Gangguan pencernaan? Saya mengalami itu, tapi saya melihat teman-teman lain yang mempunyai bentuk fisik yang normal juga mengalami gangguan pencernaan. Saya pribadi tidak merasakan perubahan yang signifikan. Teman-teman masih memandang saya seperti orang normal, itulah yang saya rasakan.

Masa SMA

Di masa ini, segala sesuatu mulai berubah. Perubahan fisik saya mulai tampak jelas. Saya mulai memperhatikan penampilan. Kebetulan Mama seorang penjahit, seragam sekolah saya semua dijahit oleh Mama. Seragam sekolah saya semua berukuran longgar. Mama bilang saya tidak boleh mengenakan pakaian yang ketat karena itu akan membuat bentuk tubuh saya terlihat jelas. Kami sama sekali tidak tahu mengenai skoliosis. Yang kami tahu, badan saya miring.

Saya bersama sahabat saya terpilih sebagai paskibraka untuk mewakili kelas kami saat upacara sekolah. Yang saya ingin jelaskan bukan kebanggaan menjadi paskibraka, tetapi peristiwa saat latihan. Kami sedang latihan di lapangan sekolah saat itu, kami dilatih untuk berbaris dengan rapi dan tegap. Salah seorang teman saya berteriak dari kejauhan, "Fera, berdiri yang tegak dong!" Saya merasa saya sudah berdiri dengan setegak mungkin. Peristiwa itu sedikit membingungkan saya. Seusai latihan, saya berdiri di depan cermin. Saya berdiri membelakangi cermin, lalu menoleh ke arah cermin. Punggung sebelah kanan saya sangat menonjol seperti punuk pada orang yang bongkok, punggung sebelah kiri menjorok ke dalam. Pundak saya memang tidak sama tinggi. Saya menyadari satu hal, bentuk tubuh saya aneh, sangat aneh. Saya tidak menangis sama sekali. Saya tahu, ini skoliosis.



Mungkin karena body image saya yang buruk, saya sangat merasa kecil hati. Saya mulai merasa saya aneh, saya jelek. Orang-orang sering memandangi punggung saya seolah saya monster yang sangat aneh. Saya tidak suka tatapan itu. Bila Mama membawa saya jalan-jalan dan bertemu dengan teman Mama, semua akan menanyakan tentang punggung saya. Saya akan tetap tersenyum dan diam. Mama akan menjelaskan bahwa dia pernah jatuh saat saya berada dalam kandungannya yang berusia 8 bulan. Insiden yang Mama jelaskan bukan mengada-ada, itu memang pernah terjadi. 

Saat itu, kakak (yang biasa saya panggil Cie-cie"妹妹") berlari menyeberangi jalan, dan akan tertabrak truk. Mama yang melihat hal itu segera berlari menarik cie-cie untuk melindunginya. Saat itu Mama sedang mengandung saya 8 bulan. Mama dan cie-cie selamat. Mama berhasil menyelamatkan cie-cie. Tapi keduanya tersungkur di aspal pinggir jalan. Mama mengalami luka ringan (lecet di kulit), kandungannya dicek dan dokter bilang baik-baik saja. Cie-cie selamat sentosa. Mama selalu bilang, orang-orang mengatakan kandungan usia 8 bulan adalah usia dimana kandungan sangat rawan. Kebanyakan orang, bila mengalami kecelakaan atau jatuh saat mengandung usia 8 bulan, biasanya akan keguguran. Tapi Tuhan masih melindungi, semuanya selamat. Hal yang sangat patut disyukuri. Saat lahir, saya lahir dengan sangat sehat dan normal, bahkan saya sangat gemuk, sekitar 3,9 kg.

Mama menyalahkan dirinya dan cie-cie yang membuat saya begini. Bagi saya pribadi, saya tidak pernah menyalahkan siapa pun atas kondisi ini. Sama sekali tidak pernah.

Karena pandangan-pandangan itu, saya mulai mengucilkan diri saya sendiri. Saya hanya bersikap terbuka kepada beberapa orang yang saya anggap, bisa memahami diri saya. Saya mulai iri setiap melihat punggung teman-teman yang begitu rata. Saya iri melihat teman-teman perempuan saya mengenakan baju yang body-fit dengan sangat pas, sedangkan kalau saya yang mengenakan pakaian seperti itu, hanya akan membuat saya kelihatan seperti monster.

Saya mulai tidak menyenangi pakaian. Setiap pakaian bagus yang dijahitkan Mama, modelnya sangat bagus. Baju yang dijahitkan Mama dengan harapan saya dapat mengenakan baju-baju bagus. Tapi saat fitting, saya sering merasa baju itu terlihat aneh di badan saya. Saya akan bermuka kusut di depan kaca. Lalu ada saatnya harus memilih ukuran baju untuk seragam kelas kami saat perpisahan, saya akan sangat khawatir. Teman-teman perempuan saya memilih S, M. Saya sangat takut memilih salah ukuran. Mama berkali-kali menekankan bahwa saya harus mengenakan pakaian longgar. Akhirnya saya memilih ukuran M, dan saya sangat lega karena T-Shirt tersebut sangat cocok di badan saya, tidak longgar, tidak terlalu pas.

Sejak body image saya yang buruk, kalau ada teman yang menjauhi saya, saya mulai terbiasa. Saya berpikir, "Itu wajar kalau mereka tidak mau berteman dengan orang aneh. Nanti malah saya akan membuat mereka malu kalau mengajak saya keluar jalan-jalan dengan mereka." Tanpa saya sadari, saya mulai menarik diri dari lingkungan.

Lalu, saat saya menduduki kelas 3 SMA, ada sebuah terapi yang sangat populer, alat terapi itu menggunakan batu germanium yang dihangatkan. Saya rajin mengikuti terapi itu setiap hari karena terjangkau, dan Mama bilang punggung saya menunjukkan perubahan setelah mengikuti terapi itu. Suatu hari saya diajak untuk menemui ahli tulang belakang yang menjadi trainer dari terapi itu, solusi yang dia berikan adalah operasi. Biaya dari operasi sekitar 30 juta per ruas.Untuk kondisi saya, akan memakan biaya yang tidak kecil. Katanya, akan sulit bagi saya untuk sembuh dengan alat terapi ini.

Saya kecewa sekali, saya selama ini rajin mengikuti terapi tersebut karena saya percaya suatu hari saya pasti bisa sembuh dengan alat terapi itu. Bahkan jika ahlinya telah berbicara seperti itu, bagaimana saya bisa mempercayainya lagi? Saya sangat kecewa, saya mulai mengurangi frekuensi terapi. Lama-kelamaan saya tidak pernah mau pergi lagi. Jika Mama bertanya, saya akan beralasan sudah cukup capek dengan kegiatan sekolah. Saya tidak mau memusingkan Mama dengan urusan operasi. Seolah harapan saya untuk sembuh, sirna.

Start of Turning Point

Ada suatu saat Cie-cie membeli buku yang berjudul The Secret dan Chicken Soup for The Soul. Kedua buku itu berisi tentang motivasi dan pelajaran hidup. Justru karena di sudut yang gelap, saya bisa melihat bintang bersinar lebih terang. Saya mulai mengubah perspektif saya, kekurangan fisik yang saya miliki saat ini, justru membantu saya untuk melihat. Siapa yang benar-benar menyayangi saya dan tidak. Saya mempunyai sahabat-sahabat yang selalu menyayangi dan mendukung saya, terlepas dari siapa dan bagaimana saya. Meskipun jumlah sahabat saya tidak banyak, saya merasa kami punya ikatan yang kuat. Saya bisa melihat siapa yang berteman dengan saya karena ketulusan atau bukan. Untuk pertama kalinya, saya bersyukur atas kekurangan saya. 

Layaknya manusia biasa, saya sering kali jatuh bangun meskipun sudah mendapatkan motivasi yang sangat bagus itu. Tamat dari SMA, saya sangat takut. Saya terbiasa dikelilingi oleh orang yang sudah saya kenal dan sudah memahami saya apa adanya. Tamat dari SMA berarti saya akan memasuki dunia kerja dan dunia perkuliahan. Dunia baru, saya sangat bersemangat menghadapi halaman baru juga sekaligus sangat takut. Takut untuk melihat pandangan-pandangan itu lagi.

Jumat, 08 Maret 2013

Grateful March

Hi Darlaa,

March. It's such a grateful month. Although, I get a lot of assignments, I am so grateful. 

On this Saturday, I have a chance to meet Merry Riana. One of my favorite motivators. It's really good to know that she will come to Medan. Then, this month, I have to make some decisions. My backache is getting worse, and I finally decide to meet doctors again. For this long time, I never want to meet the doctor, the answer they will give is "surgery". I don't like that, it looks like I don't have any hope beside surgery. I know, I looks like escaping. But, in some points, I still believe there is a way.

Now I feel the pain more frequently, especially at the night. Sometimes the pain also comes at the day, and I will groan silently in the bathroom or when no one see. At the night, I usually bite my pillow and cry silently when the pain comes. I don't like Mom catch me when I'm crying. Mom will be so sad. I can't live with this pain for all my life, so I decide to meet doctor to discuss how to handle this pain. Maybe tomorrow I will do. I'm not saying that I will do the surgery, let's see how it will be later. Stay relax beibehh.

For telling you the truth, I'm more afraid the consultation will be expensive rather than afraid of the surgery. Hahahaa.. My salary is not that big, so I usually think deeply before I use money. I just wanna be financially free from my parents. At this age, I think that I should not bother Mom or Dad with my financial problems anymore.
 
Look at the bright side. Daddy now goes home more frequently. I like that. Daddy also worries about my spine. I'm not saying I'm happy looking Daddy is worrying about me. But I'm happy to know that Daddy still care about me. ^^ Thanks Mom and Dad :* I Love You. Don't worry too much. Your daughter is stronger than she looks ^^

Fighting !