Kamis, 25 Juni 2015

She was.

Once upon a time.
There was a girl hurt by harsh words.
She swore to the ground that the person would feel exactly like how she felt.
She said nothing.
She held her anger and grudge by herself.
She just wanted to make sure that the person would get hurt, even more.
Then time flies.
That girl realized, holding that grudge wasn’t bringing her anywhere.
At the end, the one who was hurt is not that person, but that girl.
By keeping that grudge, she was not being nice to herself.
People say, your situation can change you to a totally different person.
Yes it, can. But don’t forget.
We are human.
We have the ability and the will to decide what we want to do and to be.
She chose to be strong.
Strong enough to forgive and let everything go.
She was once hurt, it was really hurt.
She doesn’t want anyone feel that way anymore.
Enough hurting each other.
She is not a flawless girl.
It doesn’t seem like she is a super angel.
But she did it.
You don’t have to be perfect to start.

Just try and you will be amazed by yourself.


Senin, 22 Juni 2015

A Girl with Scoliosis (Part 13)

One of current trending issues in my life, scoliosis. FYI, terkadang aku bisa typo "scoliosis" jadi "scolisosis". Haha. Ok fine, ga lucu.

Sebenarnya aku lagi ngerjain skripsi. Tapi tiba-tiba ada keinginan kuat untuk membaca blog ini dan ada yang ingin aku share tentang skoliosisku. Ingat bahwa aku pernah mengatakan bahwa aku sudah memutuskan untuk menjalani operasi? Ya, aku memang sudah memutuskan sebelumnya. Tapi coba dengar ceritaku yang satu ini dulu.

2 Juni 2015, aku mengunjungi Centre Point Mall. Di sana ada sebuah klinik International Chiropractic Center yang baru buka setahun terakhir ini. Aku bermaksud menanyakan tentang terapi atau solusi yang ditawarkan untuk skoliosis ku ini. Biasanya sih aku ga tertarik dengan terapi-terapi, ya gimanapun prinsipku tetap 'malu bertanya sesak di jalan'. Eh, sesat maksudnya. Siapa tahu ada harapan baru. Kebetulan hari itu lagi ada pameran di depan LotteMart dan aku pun mendaftar untuk berkonsultasi soal skoliosisku. Kami diberikan formulir untuk mengisi data dan beberapa keluhan kami, semacam self-report. Mama juga ikut berkonsultasi untuk masalah lututnya. Jadi kami sama-sama mengantri. Tiba saat giliran kami, dokternya cukup terkejut dengan skoliosisku yang sudah 115 derajat dan aku masih bisa di sana berdiri berbicara dengan ceria. Dia bahkan merangkulku saking prihatinnya. Aku disarankan untuk membawa hasil rontgen terakhirku, dan juga disarankan untuk menggunakan spinecor. Yeay! Ini tempat pertama di Medan yang memiliki izin untuk membuat spinecor. Aku senang sekali. Jika mau membuat spinecor, ga perlu jauh-jauh lagi ke Malaysia atau Jakarta. Aku pulang dan segera berdiskusi dengan keluarga dan sahabat-sahabatku.

Semua setuju untuk mencoba menggunakan spinecor. Bila bisa sembuh tanpa mengambil resiko (kelumpuhan) dari operasi, mengapa tidak? Aku pun begitu semangat. Semangat dengan harapan baru. Aku merasa Tuhan seperti mengingatkanku dan berkata, "See? I'm watching you. Keep moving!" Hahaha. Lalu, beberapa teman berubah pikiran dan menyarankanku untuk operasi saja mengingat derajatku yang sudah semakin parah. Seorang teman mengatakan, ada seorang skolioser yang meninggal karena tulang rusuknya sudah menusuk jantungnya, 3 bulan sebelum hari H operasinya. Rupanya kondisinya sudah begitu parah dan sudah terlambat. Pikiran negatif mulai membayangiku lagi. Di depan orang aku mungkin terlihat begitu positif. Tapi begitu aku diam dan sendiri, semua pikiran negatif datang menghantui. Bagaimana bila ternyata aku sudah sampai pada tahap seperti itu dan aku bisa saja tiba-tiba pergi kapanpun. Tapi sekali lagi, aku mengingatkan diriku bahwa masalah nyawa sepenuhnya ada di tangan Tuhan. Aku akan pergi bila memang saatnya, dan aku akan tetap di sini selama waktuku belum habis.

Tidak hanya mengandalkan pendapat keluarga dan teman saja, aku berusaha mencari beberapa testimoni dari para pengguna spinecor. Beberapa skolioser memang bisa berkurang derajatnya menggunakan spinecor. Kebanyakan adalah skolioser dengan derajat ringan-sedang. Untuk derajat di atas 100, belum ada. Ditambah lagi, kebanyakan sumber, teori, dokter, mengatakan bahwa brace hanya efektif untuk skoliosis dengan derajat di bawah 40. Untuk kategori parah, sudah disarankan untuk menjalani operasi.

Okay, jadi kesimpulannya adalah aku masih galau antara operasi atau spinecor. Aku pelan-pelan memikirkannya agar bisa memutuskan dengan matang.

Selasa, 09 Juni 2015

Adult

As we grow, we think of many things.
At one point, I realized that I once have some dreams.
Some dreams that people say it were impossible and unreachable.
I once forgot those dreams that keeps me alive.
Now, the fire starts burning inside me again.